Kamis, 03 November 2011

SID dan BI Checking mempermudah Mantri dalam Pengambilan Keputusan Kredit di BRI


SISTEM INFORMASI DEBITUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

            Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, Bank Indonesia berperan untuk mengatur dan mengembangkan penyelenggaraan sistem informasi antar bank maupun lembaga lain di bidang keuangan, khususnya dalam rangka memperoleh dan menyediakan informasi debitur dan dalam rangka memperlancar proses penyediaan dana untuk mendorong pembangunan ekonomi dan penerapan manajemen risiko kredit yang efektif serta tersedianya informasi kualitas debitur yang dapat diandalkan, maka diperlukan adanya sistem informasi debitur yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh yang dikelola oleh Pusat Informasi Kredit (Biro Informasi Kredit) Bank Indonesia.
            Proses pengecekan untuk mendapatkan informasi calon debitur oleh lembaga keuangan baik bank maupun non-bank disebut BI – Checking. Lembaga keuangan baik bank maupun non – bank melakukan pengecekan melalui sebuah system yang disebut Sistem Informasi Debitur (SID) yang dikelola Bank Indonesia. Sedangkan informasi Debitur Individual (IDI) merupakan output dari SID. SID sendiri berisi data debitur dari seluruh anggotanya yang terdiri dari Bank Umum, BPR, KSP, dan beberapa Perusahaan Pembiayaan.


B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakan peranan Sistem Informasi Debitur bagi dunia perbankan, khususnya pada Bank Rakyat Indonesia ?
2.      Bagaimanakah cara kerja dan aplikasi Sistem Informasi Debitur  pada Bank Rakyat Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat
1.      Memahami peranan Sistem Informasi Debitur bagi dunia perbankan, khususnya pada Bank Rakyat Indonesia.
2.      Mengetahui cara kerja dan aplikasi Sistem Informasi Debitur pada Bank Rakyat Indonesia.










BAB II
LANDASAN HUKUM

            Landasan hukum dan pedoman pelaksanaan Sistem Informasi Debitur adalah mengacu pada Peraturan Bank Indonesia nomor : 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 November 2007 dan ditanda tangani oleh Miranda S. Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior.
            Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing.
2. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
3. Lembaga Keuangan Non Bank adalah lembaga keuangan yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
4. Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank adalah Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Pembiayaan, yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit.
5. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
6. Pelapor adalah Bank Umum, BPR, Lembaga Keuangan Non Bank, Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank, dan Koperasi Simpan Pinjam, yang meliputi kantor-kantor yang melakukan kegiatan operasional, antara lain:
a. kantor pusat;
b. kantor cabang;
c. unit syariah;
d. kantor cabang bank asing; dan
e. kantor cabang pembantu bank asing, yang menyampaikan laporan debitur.
7. Debitur adalah perorangan, perusahaan atau badan yang memperoleh satu atau lebih fasilitas penyediaan dana.
8. Laporan Debitur adalah informasi yang disajikan dan dilaporkan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia menurut tata cara dan bentuk laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
9. Sistem Informasi Debitur adalah sistem yang menyediakan informasi debitur yang merupakan hasil olahan dari Laporan Debitur yang diterima oleh Bank Indonesia.
10. Penyediaan Dana adalah penanaman dana Pelapor baik dalam rupiah maupun valuta asing, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, tagihan lainnya, dan transaksi rekening administratif, serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Pelapor dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:
a. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
12. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
           








BAB III
PEMBAHASAN

A. Peranan Sistem Informasi bagi Perbankan Indonesia, khususnya pada Bank Rakyat Indonesia

            Sejalan dengan penerapan prinsip kehati-hatian, semua lembaga keuangan harus memperhitungkan dengan cermat langkah-langkah investasi yang diambilnya, termasuk dalam penyaluran kredit. Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dianalisa oleh lembaga keuangan sebelum menyetujui permohonan kredit, diantaranya prospek usaha, kinerja (performance) debitur dan kemampuan membayar.
            Seiring dengan perkembangan jaman, seorang mantri atau pemrakarsa kredit pada Bank Rakyat Indonesia dimudahkan dengan sistem yang digunakan untuk menilai faktor-faktor tersebut adalah dengan melihat informasi calon Debitur dalam BI – Checking. Dengan BI – Checking, seorang mantri atau pemrakarsa kredit atau pada lembaga keuangan lain sering kali disebut dengan analis kredit dapat mengetahui profil calon debiturnya atas fasilitas kredit yang pernah atau sedang dinikmati calon debitur tersebut.
            Sebagai contoh, apabila calon debitur pernah menikmati kredit dari salah satu lembaga keuangan atau bank dan macet dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir, maka fakta tersebut dapat dilihat pada BI – Checking yang diakses oleh bank dalam hal ini adalah mantri. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Debitur sangat berperan penting dalam hal keputusan kredit. Namun, penting untuk diketahui bahwa keputusan bank atau perusahaan pembiayaan untuk menyetujui atau menolak permohonan kredit tidak hanya bergantung pada hasil BI – Checking. Mantri juga mempertimbangkan aspek lain sesuai kebijakan Bank Rakyat Indonesia.

B. Cara Kerja dan Aplikasi Sistem Informasi Debitur
           
            Cara kerjanya, semua lembaga keuangan baik bank maupun non bank yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai Pelapor, mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan setiap bulannya kepada Bank Indonesia, yang berisikan seluruh data debitur termasuk kondisi debitur, pengurus dan pemilik, fasilitas penyediaan dana, agunan dan penjamin serta fasilitas kredit untuk posisi akhir bulan sebelumnya. Laporan ini disampaikan anggota SID antara tanggal 1 sampai dengan tanggal 12 setiap bulan untuk posisi laporan bulan sebelumnya. Selanjutnya, laporan tersebut akan diolah dalam SID dan menghasilkan output berupa BI – Checking / IDI. Data yang ditampilkan pada IDI berupa informasi identitas debitur dan kondisi fasilitas kredit/pembiayaan, dan kondisi pembayaran selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir sejak posisi data dalam BI-Checking tersebut di-update.
            Pada hasil output yang diakses dari system informasi debitur tersebut terlihat kondisi pembayaran antara lain digambarkan dengan informasi hari tunggakan dan kualitas kredit. Apakah statusnya lancar, dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancer (KL), diragukan (D), atau macet (M).
            Namun, perlu dipahami bahwa informasi kualitas kredit ini bersumber dari bank atau perusahaan pembiayaan yang menjadi anggota SID, bukan dari BI. Pemahaman yang ada selama ini, informasi Debitur macet dianggap sebagai blacklist yang dikeluarkan oleh BI, faktanya, BI melalui BI – Checking hanya menampilkan informasi kondisi kredit yang semua datanya berasal dari anggota SID.
            Bank Indonesia mengatur pihak yang bisa meminta BI – Checking, yaitu lembaga keuangan anggota SID (Bank Umum, BPR, KSP dan Perusahaan Pembiayaan), Debitur, dan pihak lainnya dalam rangka pelaksanaan Undang – Undang. Untuk anggota SID, permintaan BI – Checking hanya dapat digunakan untuk kelancaran proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan BI yang berlaku. Penggunaan IDI diluar dari peruntukan yang telah diatur BI tidak diperbolehkan, terlebih untuk kepentingan pemasaran produk dari suatu lembaga keuangan.
            Selain lembaga keuangan anggota SID, saat ini seorang debitur juga bisa meminta BI - Checking di BI maupun ke anggota SID. Permintaan tersebut hanya boleh dilakukan oleh debitur yang bersangkutan, atau pihak yang diberi kuasa. Untuk debitur badan usaha, permintaan harus dilakukan oleh pengurus yang berwenang atau pihak yang diberikan kuasa untuk itu. Pemberian BI - Checking untuk pihak lainnya hanya dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang.

Lampiran 1